Kamis, 24 Oktober 2013

Mencintaimu Cukup Bagiku

Biarkan aku menatap lirih
Setiap keping kenanganku yang telah retak
Biarkan aku tetap mendengar
Bisu kata dari semua yang pernah terucap
Izinkan aku kembali melangkah
Sebelum lembar masa lalu berhasil menjamah
Akanku hirup udara yang menyesakkan
Walau nyata, tak dapat ku genggam angin
Sempatkan aku untuk tertunduk
Menyentuh kembali sakit yang terindah
“Gabriel.. ayo!!.”
Waktunya tiba, perempuan paruh baya itu sudah memanggilku. Aku tak punya alasan lagi untuk berkata ‘tidak’.
Kupandangi pintu lobi itu, entah untuk yang keberapa kali. Disana ada seorang penjaga, masih dengan kesibukan yang sama.
Perempuan paruh baya yang memanggilku tadi – yang tak lain adalah ibuku- ia mengecek barang-barang. Ia menenteng satu koper besar, bersiap menggeretnya.
“iel, kamu bawa yang ini!!.” Perintahnya. Ia menyisakan sebuah tas besar penuh isi. Aku tak tahu apa isinya. Bukankah sejak awal aku tak tahu barang apa saja yang kami bawa. Mm.. bukan kami, dia tepatnya. Ibuku. Aku tak sedikitpun andil dalam mengemasi barang-barang, karena sejak awal pula, aku enggan pergi. Aku meraih tas besar yang dimaksud sebelum ibuku berteriak lagi. Suara yang berusaha keras untuk kuabaikan.
Sudah kubilang padanya tak perlu membawa barang banyak-banyak. Tapi tetap saja, ia yang menang, apalagi alasan yang sungguh masuk akal. Kami akan pergi dan takkan kembali. Jadi wajar bukan jika membawa seluruh barang yang ada. Bagiku tetap saja berlebihan.
“jangan sampai ada yang tertinggal!! Itu, koper kecil itu dibawa sekalian yel!. Isinya surat-surat sekolah kamu.” Ujarnya lagi.
“ayoo!.” Ia sudah melangkah lebih dulu.
Sekali lagi, aku menatap pintu lobi, berharap disana ada seorang gadis berdebat dengan petugas penjaga karena memaksa masuk seperti di film-film.
Tapi mataku tak melihat apa-apa. Aku bahkan bisa menyebut tak melihat siapapun. Karna tak ada yang ingin kulihat saat ini kecuali gadis itu.
“Gabriel….” Erang ibuku. Ia sudah berjarak 7 meter dariku. Aku bisa melihatnya kesal. Bisa saja ia kembali kesini dan menjewer salah satu telingaku agar aku ikut berjalan dengannya. Tapi ia tak mungkin melakukan itu, umurku 18 tahun. Apalagi kami sedang di bandara. Dan satu lagi kenapa ia tidak akan meluapkan kekesalannya dalam bentuk lain, karna toh aku sudah mau ikut pergi. Pergi meninggalkan kota ini. Negara ini dan gadis itu. Gadis yang bukan gadisku.
Aku mengecek sekitaran tempat duduk. Sebenarnya aku juga tidak begitu peduli kalaupun ada yang tertinggal. Aku hanya sedang tidak ingin menambah situasi menjadi rumit.
“gabriel, ayo! Nanti kita ketinggalan pesawat.” Ocehnya lagi.
Aku menatapnya pasrah. Tak tega juga terus-terusan membuatnya mengomel begitu.
Okkey,, aku pergi. Selamat bu, karena sekarang aku berada penuh dalam kendalimu.
Aku melangkahkan kaki menuju dimana ibuku berdiri namun belum sempat aku sampai padanya, ia sudah berjalan lagi. Sepertinya ia tak tahan lagi menunggu langkahku. Yang penting dalam penglihatannya aku sudah mau berjalan. Langkahku terasa berat. Ada rantai dengan bola besi yang mengikat kakiku. Dan benda-benda itu tak kasat mata.
Melihat reaksinya, aku hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Kepalaku tertunduk seolah merasakan aku telah kalah. Membuat ubin-ubin penyusun lantai ruangan ini terlihat jelas oleh mataku.
Aku juga bisa menangkap kedua tanganku yang menenteng tas besar disebelah kanan serta koper berukuran sedang disebelah kiri. Pearasaan malasku semakin muncul, rasanya ingin sekali aku berbalik arah kemudian berlari kencang, melempar dua benda ditanganku ini tanpa memperdulikannya dan kabur dari tempat ini. Tapi tidak, aku tak melakukannya. Jika setahun bahkan seminggu yang lalu aku masih punya alasan untuk menolak ajakannya bahkan sekedar menunda bersekolah di pert dan berkumpul lagi dengan ayahku, sekarang aku tidak punya alasan lagi untuk melakukannya. Bahkan semua telah berbalik, mungkin sebaiknya memang aku pergi. Aku ingin pergi. Hmm,.. bukan aku tak ingin, tapi aku harus. Akhh.. entahlah aku sudah tak tahu lagi.
“Gabriel.” Teriak seorang wanita lagi, cukup samar. Tapi aku tahu itu suara wanita.
Aku hampir mengumpat tertahan. Kukira itu ibuku. Tapi sedetik kemudian aku tersadar, itu bukan suara ibuku. Aku mendongak, didepan sana kudapati ibuku masih berjalan, tampaknya ia tak mendengar ada yang menyebut namaku, atau bahkan memanggilku dengan sengaja.
“Gabriel.”
Lagi. Suara itu?
Aku menoleh cepat. Belum sempat aku melempar pandangan, seseorang menubruk tubuhku dan melingkarkan kedua tangannya, memelukku erat. Aku hampir saja jatuh kebelakang, tapi tubuh orang ini tidak cukup untuk merobohkan pertahananku.
Mataku bertemu pada dua buah kornea hitam didepan sana. Ia menatapku tajam, gerahamnya yang kuat seolah berperang dengan kendalinya sendiri. Detik berikutnya matanya berkedip, tatapannya berubah tak setajam tadi. Nafasnya berhembus kasar. Pria itu berdiri seolah memberi jarak. Tentu saja ia menunggu disana dihadapanku dan seseorang yang memelukku ini sekitar 5 meter. Ia membiarkan lalu lalang orang menghalangi pandangannya.
Dengan menghiraukan tatapan pria itu, aku membalas pelukannya. Membiarkan rinduku bersemayam detik ini, dan aku berharap waktu berhenti sekarang juga.
Siapapun, hentikan waktu sekarang juga!!!
Ia membenamkan wajahnya didadaku dan aku membenamkan wajahku dilehernya. Posturku yang lebih tinggi membuatku memaksakan ini. Tak apa. Yang penting aku sangat nyaman.
Biarkan saja orang-orang melihatku dengan tatapan aneh termasuk pria itu. Biarkan saja, ibuku mengomel lagi karna aku tak kunjung menyusulnya. Biarkan saja detak jantungku beradu dengan aliran darahku yang deras. Biarkan saja keringatku mengucur karna rasa gugupku yang terlalu hebat. Dan kumohon biarkan saja, gadis ini tetap memelukku seperti ini.
***
“vi, buruaann!!!.” Teriakku didepan gerbang rumah.
“iya..” jawabnya.
Sivia masih sibuk mengikat tali sepatunya diteras rumah. Sedangkan aku sudah gelisah menunggunya sambil sesekali melirik kearah matahari.
Aku memang tidak suka memakai jam tangan dan dengan melihat bagaimana cahaya matahari saja aku sudah tahu jam berapa sekarang. Sivia berlari keluar gerbang rumahnya yang berjarak 3 langkah saja dari tempatku berdiri. Rumah kami memang bersebelahan tanpa penghalang apapun. Kecuali tembok tentunya.
“ayook!!.” Aku menggamit lengannya.
Kami mengambil langkah lebar menuju halte depan gapura kompleks. Aku masih menggandeng sivia, gadis ini akan semakin tertinggal kalau kulepaskan.
“aduh iyel, kaki kamu panjang banget sih? Aku jadi lari-lari nih.” Eluh sivia. Ia tertinggal satu langkah dariku.
“kalo ga gini nanti kita ketinggalan bis yang biasanya. Nah itu dia bisnya.” Ucapku.
Aku melihat bis itu berhenti di halte. Beberapa anak berseragam smp maupun sma naik, dua orang berseragam rapi akan ke kantor juga ikut naik. Bis itu nampak akan segera berangkat lagi. Sialnya kami belum sampai di gapura apalagi menyebrang ke halte itu.
“ ayo vi!.” Ajakku.
Kini kami tidak berjalan lagi. Aku berlari dan sivia, ia semakin berlari ketika menyadari bis itu akan segera meninggalkan kami.
“tunggu paakk!!.” Teriakku keras.
Aku berharap sopir itu mendengarnya. Atau kalau tidak, kondekturnya, atau beberapa penumpanglah minimal.
“pak stop pak.” Teriak sivia kali ini.kami masih berlari mengejar bis itu yang mulai berjalan lagi. Sivia dan aku sudah berhasil menyebrang, sayangnya bis itu sudah berjalan ketika kami sampai di halte.
Aku menambah kecepatan berlari, tanpa sadar tanganku masih menggandeng sivia. Gadis itu bersusah payah mengikuti kecepatan lariku. Cara berlarinya membuatnya mulai kehilangan keseimbangan.
Buuggg..
Tanganku tertarik kebawah. Aku hampir saja terjatuh karena itu. Ketika aku menoleh, sivia sudah tersungkur dijalan aspal.
“sivia..” pekikku menyadari gadis ini terjatuh.
Posisinya parah sekali untuk dilihat. Apalagi sebelah tangannya yang masih kugenggam membuatnya tak bisa menahan tubuhnya agar tak terbentur aspal.
“aduuhh..” erangnya. Ia duduk diatas aspal yang membuatnya mengerang kesakitan. Lutunya ditekuk, menampakkan sebuah luka lebar menganga disana. Mataku membelalak, darah merah mulai mengalir dari lukanya.
“sakit yel.” Lanjutnya
Aku ikut berjongkok didepannya, awalnya aku bingung harus melakukan apa kecuali, aku membuka resleting tas ranselku. Syukurlah, ada sapu tanganku didalamnya.
“pake ini dulu yah, nanti disekolah aku obatin.” Ucapku meyakinkan.
Sivia mengangguk. Kubalutkan sapu tangan putihku di lututnya. Bercak merah mulai tampak disapu tanganku itu.
“hey.. jadi naek nggak???” teriak seseorang dibalik punggungku. Aku menoleh kaget.
Seorang kondektur berdiri disamping pintu belakang bis yang sedang berhenti. Seorang pria berseragam sekolah berjalan menghampiri.
“jadi pak, tunggu sebentar.” Ucap pria itu sambil terus berjalan kearah kami.
“iel?.” Ucapnya.
“Alvin?.” Ucapku.
“kalian gak pa-pa kan?” tanyanya kemudian setelah menyadari posisi kami yang terduduk dijalanan aspal.
“ayok, keburu bisnya gak mau nunggu.” Ucapnya lagi.
Aku menoleh pada sivia, ia masih meringis kesakitan. Aku bisa melihat sebenarnya ia hampir menangis. Tapi tak jadi, mungkin karna ada orang lain disini sekarang.
“masih bisa kan vi?.” Tanya ku
Sivia mengangguk pasrah. Aku membantunya berdiri dan memapahnya menuju bis yang sopirnya sudah menekan klakson berkali-kali serta beberapa penumpang yang menunggu kami tak sabar.
Bis ini cukup penuh, sudah tak ada tempat duduk yang tersisa. Bahkan sudah ada beberapa orang yang berdiri saat kami naik. Aku menatap sivia prihatin, peluh keluar dari dahi serta bagian kulit wajahnya yang halus. Sementara kakinya, ia pasti sangat kesakitan jika terus berdiri. Bagaimana mungkin aku tega melihatnya begini?
Tiba-tiba alvin melepas ransel dari punggungnya lalu meletakkannya dilantai bis. Ia menepuk-nepuk ranselnya lalu memandang kearah sivia. Ia berjongkok didepan kami. Keningku mengerut melihatnya.
Kami masih berada didekat pintu belakang. Sivia tak sanggup berjalan lagi untuk sekedar masuk ketengah-tengah bis.
“duduk disini, isinya cuma buku aja kok.” Ucapnya yakin sedikit mendongak. Aku melongo cukup kaget atas perilakunya. Aku bahkan tak sampai berfikiran seperti itu. sivia menoleh kearahku ragu, aku mau tak mau mengangguk. Aku tak ingin membiarkannya semakin tersiksa dengan berdiri dalam keadaan lutut yang luka.
Aku sempat merutuki diriku sendiri kenapa tak bisa berfikir sekreatif alvin. Tapi sudahlah yang terpenting sivia bisa duduk sekarang yah meskipun akan terlihat seperti dilantai bis. Aku berjongkok disampingnya.
Hampir semua pandangan penumpang mengarah pada kami bertiga.
“thanks ya vin.” Ucapku. Alvin mengangguk saja menimpali.
“oh ya vi, kenalin ini alvin temen smpku dulu.” Ucapku. Sivia memandang alvin lama, alvin menunjukkan senyumnya.
“alvin.” Ucap temanku itu sambil menyodorkan telapaknya.
“sivia.” Ucap gadis ini menyambut jabatan tangan alvin.
“makasih ya.” Tambah sivia.
Alvin mengangguk seraya tersenyum lagi. Jabatan tangan itu masih terjadi. Entah kenapa tiba-tiba saja hatiku terasa sangat perih. Aku seperti merasa akan kehilangan.
Sejak pertemuan di bis itu, sivia dan alvin semakin dekat. Awalnya aku tak mempermasalahkan hal itu. Aku cukup tau Alvin. Tiga tahun aku duduk sebangku dengan pria itu. Ia pria yang baik. Tapi aku sadar kedekatan mereka lebih. Bahkan hingga hari ketujuh setelah perkenalan mereka, aku tak tahu sedekat apalagi mereka. Aku sering melihat Alvin datang kemari, kerumah sebelah, tepatnya rumah sivia. Aku juga sempat melihat Alvin mengantar sivia pulang kemarin.
Sivia mulai agak menjauh dariku. Mm..bukan. tapi jarak kami yang sedikit mulai menjauh. Aku memang masih berangkat bersamanya, tapi didalam bis, selalu sudah ada Alvin dan saat itulah aku seperti sulit untuk masuk dalam dunia sivia, dunia mereka. Keduanya sering tak sadar, aku berada didalam bis yang sama dengan mereka.
Entah sejak kapan alvin jadi suka naik bis, karna seingatku dulu ia tak suka naik transportasi umum. Mungkin hari itu kebetulan alvin terpaksa naik bus dan mulai hari itu pula ia selalu naik bus hingga kami selalu bertemu. Tepatnya sivia dan alvin selalu bertemu. Aku tahu aku sudah merasakan rasa yang tak wajar. Perasaan yang tak baik untuk tetap ada. Aku merasakan iri melihat kedekatan mereka, aku merasa sakit hati melihat mereka berdua mengobrol, bercanda, tertawa bahkan alvin pernah menolong sivia yang hampir jatuh dari pintu bis yang belum sepernuhnya berhenti.
Aku merasa posisiku dulu sudah tergantikan. Seperti saat ini, aku hendak mengajaknya pergi, dan kalian tahu sivia berkata apa? Gadis itu berkata…
“hey vi. Mm… aku ada tanding futsal nih, kamu nonton yah?. Emm masih sparring aja sih sebenernya, tapi kamu mau nonton kan?” tanyaku
Ia berpakaian cukup rapi. Semoga saja ini waktu yang tepat untuk mengajaknya pergi agar kedekatan kami yang sempat merenggang selama seminggu ini bisa kembali seperti dulu.
“mm… sorry yel, tapi aku ada janji mau nonton pertandingan basket Alvin. Kamu cuma sparring kan? Lain kali aja yah, kalo kamu tanding beneran aku bakal nonton kok. Ga pa-pa yah?.” Sivia menatapku tak enak hati.
Begitulah jawaban ia menolak ajakanku. Sesungguhnya aku lebih memilih dia berbohong saja daripada berkata jujur begini. Sakit sekali rasanya mendengar ia akan pergi menonton pertandingan basket Alvin, orang yang baru dikenalnya sekitar seminggu ini daripada pertandinganku sahabatnya sejak tiga tahun lalu.
“ngg.. yauda ga pa-apa kok.” Ucapku tak ikhlas.
Mungkin benar istilah orang-orang yg berkata
Dibalik “cie” ada kecemburuan
Dibalik “gpp” ada masalah
Dibalij “terserah” ada keinginan
Dan dibalik “yaudah” ada kekecewaan. Benar!! aku tengah kecewa sekarang.
“oke.. bye iyel.” Pamitnya
Aku memandang punggungnya bergerak melewati gerbang. Ternyata itu alasan ia berpakaian rapi sore ini. Dengan sadar aku berjalan kembali memasuki rumah.
“loh kenapa balik yel?.” Tanya ibuku.
“gak jadi pegi ma.” Ucapku malas.
Aku duduk disofa ruang tengah, melempar asal tas berisi perlengkapan futsalku.
“kok gitu, katanya mau tanding?.” Tanya beliau lagi.
“pertandingannya gak penting kok.” Ucapku berusaha santai.
Aku bisa melihat kening ibuku mengerut. Seolah berfikir aneh sekali dengan sikapku. Benar saja, aku tak pernah melewatkan satu latihanpun dari futsal, jadi bagaimana mungkin aku bisa dengan santai berkata ‘ pertandingan futsalku tidak penting’ itu sangat aneh menurut beliau pasti. Dan aku tidak memungkirinya.
“trus gimana yel sama tawaran mama tadi? Kamu ikut kan? Sebentar lagi kenaikan kelas loh yel.”
“aku uda bilang berapa kali sih sama mama. Aku gak mau pindah ke australia. Kalo mama mau pergi kesana ya kesana aja!. Iel ga apa-apa kok sendirian.” Jelasku.
Perasaanku semakin bertambah buruk saja sekarang.
“sendirian? Kamu pikir mama mau tinggalin kamu sendirian disini?.”
“mama gak percaya sama aku? Aku bakal baik-baik aja kok. Aku uda gede. Aku tau mana yang baik dan enggak. Lagian disini juga ada…”
“ada siapa? Sivia?” potong ibuku
Ia menatapku tajam. Aku membalas tatapannya enggan.
“sampe kapan kamu mau ngandelin dia? Minta bantuan dia apa-apa kalo mama gak ada? Memangnya dia gak kerepotan apa?.” Tanya ibuku bertubi-tubi.
Benarkah? Apa benar ucapan ibuku? Apa benar aku merepotkan sivia?
Selama ini aku selalu mengandalkannya memang. Ia memasakkan makanan untukku ketika ibu harus pulang malam bekerja. Ia membantuku mmembersihkan rumah yang berantakan ketika aku sibuk bermain futsal. Ia? Benar, mungkin aku memang terlalu merepotkan.
“iel ngerepotin sivia ya ma?” ucapku pelan.
Hari ini, aku tidak berangkat dengan sivia. Aku masih kepikiran ucapan mama, apa benar aku merepotkan gadis itu?.
Aku berangkat agak siang. Aku yakin sivia juga tak akan menungguku, toh didepan sana sudah ada alvin yang siap didalam bis langganan kami. Sudah ada pria yang menjaganya. Tapi apakah aku rela membiarkannya? Menggantikan posisiku menjaga sivia?. Aku bahkan memberinya ruang gerak pagi ini.
Tidak!!!. Pria itu, alvin, ia tak pernah tahu bagaimana aku menjaga gadis itu selama ini. Ia tak pernah tahu bagaimana aku jatuh bangun mengejar sivia. Dan satu hal yang harus dia tau, semua tak akan mudah. aku tidak akan melepas sivia. Aku tak akan melepaskan sivia demi apapun. Kecuali sivia yang memintanya. Gadis itu yang belum menjadi gadisku.
Aku beranjak dari sofa. Aku sudah selesai mengikat tali sepatu sejak tadi sebenarnya, tapi karna fikiran bodohku itu aku jadi melamun saja membiarkan waktu meninggalkanku sendiri tanpa sivia.
Hari ini, tepat dua bulan setelah kejadian dalam bis itu. Hari ini juga pembagian rapor kenaikan kelas. Aku sudah menerima raporku sejak tadi. Setelah itu, Aku menunggu kedatangan sivia ditaman sekolah. Ingin sekali kutunjukkan padanya bahwa raporku semester ini amatlah sangat membanggakan. Aku tak peduli jika ibuku menungguku dirumah, menanti bagaimana hasil belajarku selama ini. Yang terpenting sekarang adalah aku ingin menunjukkannya dulu pada sivia. Dia gadis pertama yang ingin kuberi tahu.
Dulu aku pernah berjanji pada diriku sendiri, aku akan menjadi yang terbaik dikelas. Dan ketika itu bisa terjadi, akan kuungkapkan perasaanku padanya. Akan kunyatakan rasa yang kumiliki ini. Akan kujelaskan betapa ia begitu berharga dalam hidupku. Dan inilah waktunya.
Menunggu sivia membuatku jadi gugup sendiri, jantungku berdegup kencang. Sekalipun aku sudah menghembuskan nafas menenangkan berkali-kali tetap saja tak berhasil. Aku gusar, menantinya dan menanti ucapanku sendiri.
Tak lama gadis itu datang, ia tersenyum. Senyum yang selalu kubayangkan kembali sebelum tertidur saat malam. Ia berjalan tenang, tapi bisa kulihat ia sangat senang sekali. mungkin ia mendapat nilai bagus atau kabar gembira yang lain. Semoga dengan pernyataanku nanti aku bisa menambah bahagianya hari ini.
“hay fy… aku mau ngomong sama kamu.” Ucapku mengawali.
Aku berusaha keras menyembunyikan rasa gugupku. Okeeh aku memang tidak berpengalaman, tapi kuharap aku bisa melakukannya.
“aku juga mau ngomong sama kamu yel.” Ucapnya sangat sumringah. Sungguh dengan mata terpejamkupun aku bisa melihat kebahagiaan terpancar dimatanya.
“oh yaudah kamu duluan deh yang ngomong. Ladies first.” Ucapku sok-sok’an. Sivia tertawa lebar.
“oke, yang pertama nilaiku diatas 85 semua yel. Yeee…” ucapnya semangat. Ia sempat melompat-lompat kegirangan.
“wahh… bagus tuh. Kayaknya aku bakal dapet traktiran deh.” Ucapku berbasa-basi. Ia berhenti melompat.
“eumm.. gak itu aja. Itu masih biasa kok. Mmm kamu tau gak…apa yang bikin aku lebih seneng?.”
Sivia menunjukkan ekspresi paling menggemaskan yang ia punya. Jantungku berdegup semakin cepat. Ya tuhan,, itulah salah satu alasan mengapa aku sangat merindukannya setiap detik. Aku menggeleng pelan.
“alvin nembak aku yel, kita udah jadian tadi pagi. Yee…” ucapnya girang lagi.
DEGG…
Hening. Bukan,, bukan karna sivia tak bersuara lagi, sivia masih lompat kegirangan. Tapi telingaku, telingaku seolah baru saja tersambar petir sehingga membuatnya tak bisa mendengar apapun lagi. Aku sudah tak bisa merasakan apapun lagi. Jantungku berhenti berdetak mungkin. Darahku berhenti mengalir. Nafasku tercekat ditenggorokan.
Mataku tak berkedip. Aku menatapnya nanar. Apa benar yang baru kudengar? Tuhan, silahkan ambil nyawaku sekarang.
“kamu kenapa yel?. Gak seneng yah?.” Ucap sivia sedih menyadari aku yang tak bereaksi apa-apa.
Aku menggeleng lemah. Aku masih bertahan dengan sisa nafas yang belum kuhembuskan sebelum sivia berucap tadi. Kubiarkan saja paru-paruku tak terisi oksigen. Biar, biar aku bisa merasakan sakit pada paru-paruku. Dengan begitu mungkin aku bisa menutupi rasa sakit pada hatiku.
“yel?. Kamu kenapa?. Rapot kamu baguskan?. Kamu naik kelas kan?.”
Aku mengangguk lemah. Sungguh, aku tak bermaksud untuk tak menjawab pertanyaannya. Tapi rasanya suaraku sudah diambil tuhan.
“beneran yel?. Ato Kamu sakit yah? Muka kamu kok tiba-tiba pucet?.”
Mataku menatapnya nanar lagi. Benarkah wajahku berubah pucat. Oh mungkin karna aku baru tersambar petir. Suaraku sudah diambil tuhan. Pendengaranku juga. Mungkin sebentar lagi nafasku. Jadi pantas saja kalau aku pucat.
“aku anter kamu pulang deh ya. Makan-makannya lain kali aja.” Ucapnya.
Kamu benar. Mana mungkin aku bisa makan. Bernafaspun aku sudah tak berniat. Aku mengurung diriku di kamar. Membenamkan wajahku pada tempat tidurku sendiri. Ibuku sempat panic melihatku yang pucat pasi. Setibanya tadi, ia langsung mengecek raporku, barangkali nilai disana yang membuatku begini. Andai aku bisa menjerit, bukan. Bukan itu.
Hari sudah malam, aku bisa melihatnya lewat kaca jendela kamar yang masih terbuka tirainya. Tadi sebelum aku tertidur, aku berifikir sesuatu. Sesuatu yang mungkin terbaik dan membiarkan aku jadi seorang pengecut. tapi aku leih baik jadi pengecut daripada mengusik kebahagiannya.
Aku turun menemui ibuku yang berada diruang tengah. Ia menyambutku hangat. Meski tak tahu apa yang sedang terjadi padaku.
“kamu makan ya nak. Mama ambilin.” Ucapnya.
“iel mau ngomong ma.”
Ibuku berhenti melangkah, mendengar nada suaraku yang serius. Beliau duduk kembali.
“apa?.”
“ma, iel bersedia sekolah di australi.” Ucapku parau. Aku menghembuskan nafas berat. Susah sekali aku mengucapkan itu.
“kenapa?.”
“mama gak perlu tahu alasannya. Yang penting iel mau.” Ucapku
“tapi?. Baiklah kalau begitu. Kapan?.” Wajahnya tak menegang lagi.
“besok? Bisa?.” Tanyaku tak yakin.
“secepat itu?.” Tanya ibuku tak percaya.
Aku mengangguk. Iya lebih cepat lebih baik. Toh aku sudah kalah, sudah saatnya aku pulang. Pulang tanpa dendam akan kekalahanku atau berniat merebut gadis itu. Aku tidak akan melakukannya. Melihat gadis itu tersenyum seperti tadi pagi, sudah cukup untuk meyakinkanku Alvin bisa membuatnya bahagia. Bahkan lebih bahagia daripada saat bersamaku.
“oke. Mama akan telfon papa. Kamu siap-siap yah!.” Perintah beliau.
Aku mengangguk. Dengan berat hati kutinggalkan perempuan paruh baya yang duduk disofa itu. Aku tahu pasti tanda Tanya besar ada diotaknya sekarang. Mungkin pertanyaan macam ini. ‘bagaimana bisa? Ada apa?’ benar. Karna sebelumnya aku selalu menolaknya mentah-mentah.
Tentu saja, untuk apa sekarang aku menolak lagi. Aku sudah tak punya alasan. Aku sudah tak berkewajiban lagi menjaga gadis itu. Gadis itu sudah mempunyai penjaganya sendiri. Bahkan juga penjaga hatinya.
Aku melangkah menuju balkon rumah dengan menenteng sebuah gitar. Menikmati sejenak hembusan angin malam yang mungkin sudah tak kan kurasakan lagi esok ditempat ini. Malass sebenarnya aku bersenandung. Atau sekedar memetik senar-senar gitar ini. Tapi entah aku ingin mempersembahkan sesuatu pada langit kota ini untuk yang terakhir. Aku ingin mencurahkan perasaanku pada bintang malam.
Semula ku tak yakin
Kau lakukan ini padaku
Meski di hati merasa
Kau berubah saat kau mengenal dia
Reff:
Bila cinta tak lagi untukku
Bila hati tak lagi padaku
Mengapa harus dia yang merebut dirimu
Bila aku tak baik untukmu
Dan bila dia bahagia dirimu
Aku kan pergi meski hati tak akan rela
* terkadang ku menyesal
Mengapa ku kenalkan dia padamu
“aku cinta kamu vi. Aku cinta kamu.” Ucapku lirih pada wajah sivia yang terlukis dilangit.
***
“aku udah tau semuanya.” Ucapnya melepas pelukan hangat ini.
Mataku membelalak lebar
Darimana?
“yah.. aku tahu. Alvin yang bilang. Kenapa kamu gak jujur aja sih?.”
Alvin? Kamu tau dari Alvin. Lalu Alvin tau darimana?. Oh aku lupa kalo alvin laki-laki. Ia pasti tahu sekali bagaimana perasaanku padamu sivia. Tapi apa? Sudah tak ada gunanya juga bukan?.
Lagipula, kenapa harus dia yang memberi tahumu vi? Kenapa bukan kamu sendiri yang bisa tau? Tak bisakah kamu membaca mataku? Tak bisakah kamu melihat perlakuanku? Tak bisakah kamu mendengar suara hatiku? Atau setidaknya bertanyalah pada langit dimana aku sempat berkata padanya dan kamu akan mendapat jawabannya?.
“kenapa harus pergi sih yel?. Kamu gak mau yah temenan sama aku lagi gara-gara aku gak bisa bales perasaan kamu?.”
Aku menggeleng keras.
“bukan. Bukan itu. Bisa mencintai kamu aja itu udah cukup buat aku.” Ucapku tersenyum.
“terus?.” Kening sivia mengerut.
“aku harus meneruskan hidupku. Bukan begitu?. Aku tidak ingin mengganggu kalian.”
Sivia sudah memasang wajah tak terima.
“hey, sejak kapan kamu mengganggu?.”
“banyak alasan yang gak bisa aku sebutin vi, aku harus pergi. Aku harap kamu ngerti keputusanku.” Timpalku.
Sivia memasang wajah pasrah lagi. Gadis ini. Ya tuhan andai gadis ini tahu, setiap ekspresi wajahnya itu semakin memunculkan rasa cintaku dan mengeruknya semakin dalam.
Sivia mengangguk mengerti. Aku menghembuskan nafas berat.
“kamu harus raih cita-cita kamu disana. Dan kamu harus janji akan buka hati kamu untuk gadis lain. Hey gadis pert cantik-cantik loh.”
“haha aku suka gadis Indonesia.” Ucapku basa-basi.
“oh disana kan juga banyak pelajar indonesia.” Timpalnya
“janji yah?.” Tagihnya.
Aku berfikir sejenak.
“mm.. okeh.” Ucapku
Dalam hati aku berkata ‘enggak, aku gak janji vi.’
Sivia tersenyum lega. Ia lalu menoleh pada alvin. Alvin tersadar waktunya datang. Ia menghampiri kami.
Dan inilah tiba saatnya waktu kami terbagi lagi. Dimana dunia kami menjadi bertiga lagi setelah sempat beberapa menit lalu aku merasa dunia ini hanya milikku dan sivia. Seperti duniaku sebelum kedatangan alvin dulu.
“jaga sivia ya bro.” Ucapku sok-sok’an
“pasti. Tanpa lo minta.” Ucapnya yakin.
Aku mengangguk paham. Lalu berbalik arah hendak pergi.
“iyel.”panggil alvin.
“gue akan ngejaga sivia sebagaimana lo pernah jaga dia dulu. Thanks ya lo ada disaat garis takdir belum mempertemukan gue sama gadis yang gue cintai.” Ucapnya.
Aku meneguk salivaku lalu mengangguk saja.
“gabriel.” Teriak ibuku lagi. Ia merusak suasana ini.
“aku pergi. Bye” ucapku lalu meninggalkan mereka.
Samar-samar aku mendengar ketika langkahku menjauh.
“kamu memang bukan orang yang aku cintai yel. Tapi kamu special.” Ucap gadis itu, gadis yang pernah kuimpikan jadi gadisku.
* terkadang ku menyesal
Mengapa ku kenalkan dia padamu
END..

sumber: http://cerpen.gen22.net/2012/06/cerpen-romantis-sedih-gabriel.html#ixzz2JccqINHC

Selasa, 22 Oktober 2013

kakak sayangi aku

Suara dentingan sendok makan mewarnai suasana pagi ini, menjelang berangkat ke sekolah aku telah terbiasa selalu sarapan. “Ibu, aku berangkat.” Itu suara kak Indra membuatku harus cepat-cepat menyelesaikan sarapanku. “Kakak tunggu aku!” pintaku pada kak Indra. Namun seperti biasa kak Indra hanya menyuguhiku dengan tatapan tajam dan dingin. Bahkan jika keadaannya sedang buruk, tak jarang ia akan marah-marah padaku. Saat seperti itu aku terbiasa menarik nafas dalam-dalam dan hanya menundukkan kepalaku. Di halte bis aku dan kak Indra menunggu bis sekolah menjemput kami, aku tau ini terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah karena itu bis terasa lama sekali datangnya. Aku merasa bosan sekali menunggunya. Setelah menunggu 15 menit kemudian, senyumku berkembang ketika ku lihat bis sekolah mendekati dan berhenti di depan kami. Sebelum melangkahkan kaki untuk masuk, aku menoleh pada Indra. “Kak ayo naik!” kataku pada kak Indra. Kak Indra terlihat dengan tampang malasnya melangkahkan kaki namun sejenak berhenti di sampingku. “Jangan memanggilku kakak!” katanya ketus. Setelah itu barulah dia naik ke bis. Dan aku, sekali lagi harus menarik nafas panjang menghadapi hal ini.
Di sekolah, kedatangan Santi membuyarkan lamunanku. Ia menutup mataku dari belakang, hal biasa yang selalu ia lakukan padaku. “Santi, sudah deh jangan bersikap kekanak-kanakan begitu!” kataku. Ia kemudian melepaskan tangannya dari mataku dan berpindah ke kursi di depanku. “Hei Bagus Mertahadi, mukamu mengkerut apa harus ku setrika?” katanya. Ia menyebut nama lengkapku dengan gayanya yang di buat lucu, membuatku tersenyum melihatnya. “Gak usah Santi Nopiyanti” balasku. Aku pun menyebut nama lengkapnya juga. Kemudian kami pun tertawa bersama.
Indra menuju ke lokernya. Dengan menekan beberapa angka, lokernya terbuka dan ia mencari pakaian olah raganya. “Selamat pagi.” suara itu terdengar dari loker sebelah, seorang siswi bernama Nita berdiri di sana. Indra hanya menoleh sebentar, tanpa membalas ucapan Nita. “Apa tadi kamu berangkat bersama adikmu lagi?” tanya Nita. “Tolong tambahkan tiri jika kau menyebut adik padaku, dia bukan adikku” kata Indra sinis. Tanpa menghiraukan Nita yang tampak heran Indra pergi dengan headset tergantung di kedua telinganya.
Bagus ke luar dari kelasnya ketika jam istirahat, ia berniat untuk ke kantin. Langkahnya terhenti ketika ia tiba-tiba ada di depan Indra. “Kak mau ke kantin juga ya?” Tanya Bagus. “Bukan urusanmu, satu lagi aku sudah bilang jangan memanggilku kakak!” Kemudian Indra pergi dengan menyenggol bahu Bagus. Ia hanya bisa menunduk sedih dengan perlakuan Indra. “Gus, jadi ke kantin?” Kedatangan Santi membuyarkan kesedihannya. “I..ya..ya.. jadi, ” jawab Bagus lemah. Santi yang sudah tak sabar langsung menarik tangan Bagus.
Pulang sekolah, sekelompok siswa terlihat asik sedang bermain basket. Santi dengan santainya lewat di pinggir lapangan itu akan menuju gerbang sekolah. Namun benda yang tak sempat ia hindari tiba-tiba membentur kepalanya, membuatnya jatuh terduduk di lapangan. Beberapa siswa yang sedang bermain langsung menghentikan permainannya. Indra yang tadi melempar bola dan salah sasaran hingga mengenai Santi, cepat-cepat menghampirinya. “Hey kamu tak apa-apa, ada yang terluka?” tanya Indra. Ia langsung membantu Santi berdiri. “Nggak kak, aku gak apa-apa.” jawab Santi. “Bagaimana kalau kita ke UKS saja” ajak Indra pada Santi. “Ah gak kak, gak usah aku gak apa-apa sebaiknya aku cepat-cepat pulang saja, permisi kak maaf sudah mengganggu permainan kalian.” Santi kemudian langsung pergi tanpa menunggu jawaban Indra. “Hey tunggu!” teriakan itu membuat langkah Santi terhenti. Indra mengejarnya, “ini Hp mu tadi jatuh” kata Indra sambil menyodorkan HP pada Santi. Santi terkejut, namun langsung mengambilnya dari tangan Indra. “Makasi kak, sekali lagi maaf sudah membuat permainan kalian tertunda” kata Santi. “Ya tak apa, sebaiknya lain kali jangan lewat dekat lapangan kalau sedang ada yang bermain bola” kata Indra. Kata-kata itu sebenarnya hanya saran, namun entah kenapa itu seperti ancaman bagi Santi. Santi kemudian pamit dan segera pergi dari situ, ia melihat Bagus kemudian ia mendekatinya. “Bagus kamu belum pulang?” Tanya Santi. Eh San, ini baru mau pulang kamu sendiri kenapa belum pulang juga?” “Aku nunggu jemputan dulu, itu bapakku” kata Santi sambil menunjuk ke sebrang jalan. “Aku duluan ya Gus.” “Ya..ya.. sampai jumpa besok” balas Bagus.
“Bu, kak Indra belum pulang juga ya?” tanya Bagus sore itu. Ibu Sin yang sedang membaca, melepas kacanya dan menoleh ke arah Bagus. “Belum Gus, sudah jangan terlalu khawatirkan kakakmu!” Dia kan sudah lebih besar darimu bisa jaga diri, nanti pasti pulang” kata Ibu Sin. “Apa dia ada pelajaran tambahan mungkin ya?” sambung bagus. “Memangnya kamu ada perlu sama dia Gus?” Ya bu, kakak itu kan pintar selalu juara kelas, Bagus ingin di ajari olehnya.” “Kamu belum menyerah juga dengan sikapnya?” “Maafkan ibu ya nak, ibu tak bisa mendidiknya supaya ia tak benci lagi padamu” tambah Ibu Sin. “Ibu, Bagus tahu ibu sudah berusaha, diterima menjadi anak ibu saja Bagus sudah senang, jika kakak membenci Bagus itu wajar karena gara-gara Bagus dan ibu kandungku, ayah meninggal.” Jawab bagus panjang lebar. “Ibu dan kak Indra jadi berpisah dengan ayah” tambahnya lagi.
Tatapan Bagus menerawang jauh, pikirannya seakan telah berpindah pada masa lalu. Saat ia baru berumur 5 tahun, pulang dari taman bermain dengan ayah dan ibu kandungnya. Namun kecelakaan terjadi hingga merenggut nyawa ayah dan ibunya. Keesokan harinya seorang ibu datang menjemputnya di rumah sakit yang waktu itu hanya mengalami luka ringan. Dialah ibu dari Indra yang ternyata adalah istri pertama ayahnya. Ibu Sin menerima Bagus dengan baik, karena hubungannya dengan ibu kandung Bagus juga baik dulunya. Namun Indra tak dapat menerima Bagus, karena baginya Bagus dan ibunya adalah perusak kebahagiaan keluarganya. Bagus yang waktu itu masih anak kecil, namun telah cukup mengerti apa yang terjadi. Hingga ia sekarang SMA kelas 1 dan Indra sudah kelas 3.Sekian lama ia berusaha mengambil hati kakaknya untuk mendapatkan kasih sayangnya, namun belum juga berhasil.
Suara pintu depan di buka membuyarkan lamunannya, Bagus segera berlari ke sana dan mendapati kakaknya sedang membuka sepatu. “Kak indra, kakak baru pulang?” “Apa perlu ku buatkan minuman atau sereal?” Tanya Bagus. Namun Bagus hanya mendapatkan tatapan tajam dari Indra. “Jangan bersikap manis padaku, minggir!” kata Indra. “Ibu, aku pulang” kata Indra setelah masuk ke dalam rumah. “Indra, dengarkan ibu!” Apa salah adikmu, sampai kamu tak mau menerima sikap baiknya?” Tanya Ibu Sin. “Apa? ibu nanya kesalahannya lagi?” Bu harus berapa kali Indra bilang, dia itu penyebab meninggalnya ayah.” Kenapa ibu harus bertanya lagi tentang kesalahannya, bukankah ibu sendiri sudah tau. “jawab Indra sambil langsung bergegas ke kamarnya sebelum harus beradu mulut dengan ibunya. “Indra dengarkan ibu nak!” “Gak bu, Indra capek” katanya dari balik pintu. Bagus yang melihat dan mendengar semua itu hanya bisa merasakan pedih di hatinya. Di sudut matanya tergenang air bening yang sudah akan jatuh, namun ia sadar ia laki-laki pantang untuk menangis.
Keesokan harinya di sekolah, Indra mencari-cari Santi. Ia melihat lambang baju Santi kemarin menunjukkan ia kelas 1. Indra pun mencari-cari ke setiap kelas 1 dari 1A sampai 1E. Santi adalah siswi kelas 1A namun saat itu ia belum datang, sehingga Indra tak menemukannya. Dari gelagatnya terlihat bahwa ia suka pada Santi. Karena tak menemukannya, Indra berniat kembali ke kelas. Tapi ketika itu juga ia melihat Santi jalan bersama Bagus. Hatinya langsung memanas melihat keakraban mereka tak hanya karena cemburu namun karena Bagus yang bersama Santi jika bukan Bagus mungkin ia tak semarah ini.
Ketika pulang sekolah dan telah di rumah, Indra melampiaskan amarahnya pada Bagus, tiap kali ia di sapa olehnya. Bagus seharian hanya di bentak-bentak oleh Indra.
“Indra, tolong panggilkan Bagus di kamarnya, makanan sudah siap” pinta ibunya. “Kenapa indra sih bu?” Ibu harus suruh siapa lagi, di sini cuma ada kamu, ayolah kali ini ibu minta tolong.” Indra dengan terpaksa melangkahkan kakinya ke kamar Bagus. Bagus yang saat itu sedang tidak konsen belajar, mengambil foto Santi dari laci mejanya. Indra masuk kamar tanpa mengetuknya, sehingga ia melihat Bagus yang sedang memeluk sebuah foto. “Heh kamu di suruh turun, cepetan!” Tentu ini membuat ia kaget, Bagus cepat-cepat menyimpan kembali foto Santi ke laci mejanya. “Ia kak, makasi”. Ia segera berlari melewati Indra. Kesempatan ini kemudian digunakan Indra untuk melihat foto siapa yang dipeluk Bagus. Ternyata sesuai dugaan, itu foto Santi. Indra semakin naik darah dengan mengetahui hal ini. Namun ia seperti mendapat ide cemerlang, ia berfikir jika ia yang mendapatkan Santi duluan pasti Bagus akan sakit hati, setidaknya ini akan sedikit membalas dendamnya pada Bagus. Ia meletakkan kembali foto Santi dengan senyuman sinis menghiasi wajahnya. Kemudian turun dan makan bersama tanpa sepatah katapun terucap darinya, ia hanya mendengarkan saja obrolan ibu dan Bagus. Karena pikirannya telah sibuk menyusun rencana untuk mendekati Santi agar ia lebih dulu daripada Bagus.
Keesokan harinya di sekolah, inilah hari pertama Indra menjalankan rencana yang ia susun semalam. Dalam waktu 1 minggu ia menargetkan Santi sudah akan menyukainya. Karena memang dengan tampangnya yang lumayan, Indra tak pernah kesulitan merayu gadis. Ia menunggu Santi di depan kelasnya. Beberapa saat kemudian Santi datang dan sendirian. Indra menyapanya dan mengingatkan Santi tentang kejadian di lapangan basket. “Aku Indra, kamu yang waktu itu kena bola kan?” “Eh, kakak ada apa ya? Benar itu aku.” “Kalau boleh tau namamu bener Santi?” “Ia benar, tahu dari mana?” “Ohh, itu sih masalah gampang, bisa nanya di temen kamu.” Hari itu Indra berhasil mendapat nomor hp Santi.
Esok harinya ia mengantar Santi pulang. Hingga berjalan beberapa hari mereka tampak sangat dekat, begitu cepatnya semua berjalan sesuai rencana Indra berkat teknologi hp yang membantunya. Keadaan ini membuat Santi dan Bagus semakin jarang bersama. Meski hanya teman biasa namun selama ini mereka sering bersama. Bagus yang memang menyimpan rasa suka pada Santi, mulai merasakan kerenggangan di antara mereka. Untuk mengetahui apa yang terjadi, Bagus menunggu jam pulang berniat bicara pada Santi. Namun setelah jam pulang Santi langsung melesat keluar kelas meninggalkan Bagus yang masih membereskan bukunya. “San.. Santi.. tunggu aku” teriak Bagus. Namun Santi yang sudah berlari telah jauh darinya. Bagus tetap berlari mengejar, namun langkahnya berhenti ketika melihat Santi bersama Indra. “Pantas saja beberapa hari ini kak Indra gak naik bis” kata Bagus dalam hati. Ia sedih melihat pemandangan tadi.
Dengan langkah gontai ia menuju halte dan menunggu bis sekolah mengantarnya pulang. Sampai di rumah pikirannya benar-benar kusut. “Kakak dan Santi, adalah 2 orang yang sama-sama ingin ku raih hatinya, tapi melihat kalian bersama sepertinya aku tak akan dapat kedua-duanya.” kata Bagus lirih. Ibu Sin belum pulang kerja, tak ada orang yang bisa diajak bicara saat ini. Bagus membenamkan kepalanya di bawah bantal, beberapa saat kemudian ia tertidur. Ketika sore menjelang, ia terbangun berharap beban yang ia rasakan telah hilang, namun ternyata tidak. Kepalanya masih terasa berat dengan ingatan-ingatannya pada Santi dan kakaknya. Namun ia memutuskan untuk turun ke ruang tamu mengira mungkin ibunya sudah datang.Benar ibunya sudah datang, dan sedang menyulam ketika Bagus dengan langkah gontai menuruni tangga. “Bu, sudah datang dari tadi ya?” Eh Gus udah bangun, ia sudah dari tadi nak, kakakmu mana?” “Maaf Bu, Bagus gak tahu kalau kakak belum pulang, Bagus kira kakak di kamarnya,” seru Bagus. “Anak itu, beberapa hari ini sering pulang terlambat” kata Bu Sin. Bagus ingat tadi Santi bersamanya, ia berpikir mungkin sekarang mereka sedang bersama. Ini semakin membuatnya sedih.
Beberapa saat kemudian Indra datang, namun tak sendiri ada seorang gadis bersamanya. Bagus yang melihatnya langsung was-was, hatinya berulang kali bilang jangan sampai itu Santi. Tapi memang benar itu Santi. Indra memang sengaja membawa Santi pulang untuk menunjukkan hal ini pada Bagus. Ibu yang melihat Indra untuk pertama kalinya membawa gadis ke rumah bersikap ramah pada Santi. Namun Santi tak kalah terkejut juga, ia baru tahu Bagus dan Indra kakak beradik, juga belum tahu bahwa mereka saudara tiri. Bagus hanya bisa diam, selama Santi di rumahnya. Sampai Santi pamit pulang dan diantar kembali oleh Indra, ia tetap diam. “Santi cantik ya Gus, kalian satu sekolah juga kan?” “Eh, ya.. ya Bu, Santi teman sekelasku” kata Bagus terbata-bata. “Kamu kenapa Gus, sakit?” Tanya ibunya. “Nggak kok Bu, Bagus baik-baik saja, aku ke kamar dulu Bu mau mandi” kata Bagus melanjutkan. “Ya, habis mandi makan dulu baru belajar ya nak” kata ibunya. “Baik bu” kata Bagus lemah. Saat makan bersama Indra sudah kembali dari mengantar Santi, ia tersenyum penuh kemenangan melihat Bagus yang tampak sedih hari ini. “Gus, kamu tampak tak selera makan, benar kamu gak sakit?’ Tanya ibunya. “Nggak kok Bu, Bagus sehat,” katanya sambil tersenyum kearah ibunya, ia melanjutkan makan dengan sedikit di paksakan. Malam itu Bagus mendekam di kamarnya sampai keesokan paginya.
“Bu aku berangkat” kata Bagus. Ia bertemu Indra di teras yang sedang memakai sepatunya. Bagus hanya diam saja, hari ini ia tak bisa berkata apa-apa pada kakaknya tak seperti biasanya ia pasti menyapanya meski jawabannya ia sudah tau tak pernah ramah. Indra bangkit ia sudah selesai memakai sepatu, namun sebelum berangkat ia mendekati Bagus. “Maaf Gus, aku mendahuluimu, sekarang Santi milikku jangan menyukainya lagi!” sambil tersenyum sinis Indra beranjak pergi meninggalkan Bagus yang terdiam mematung. “Kak tunggu” Bagus mengejar Indra. “Kenapa kakak tahu perasaanku pada Santi?” Namun Indra telah melesat pergi dengan motornya.
Di sekolah, Santi cepat-cepat memasuki kelas dan mencari Bagus. “Gus kamu kok gak pernah cerita sih kalau kamu adiknya kak Indra?” Untuk apa, kamu juga gak pernah nanya,” jawab Bagus. “Ih.. kok gitu sih jawabnya, kamu kan temenku biasanya sesama teman pasti cerita tentang dirinya” “Kamu juga gak pernah cerita tentang hubungan mu dengan kak Indra San, mungkin aku gak akan tau kalau kemarin kamu gak ke rumah” kata Bagus. “Ya kalau itu sih aku minta maaf Gus, aku kan maunya cerita setelah aku sama kak Indra udah pacaran 1 minggu dulu biar kejutan gitu” “Udahlah, gak apa selamat ya,” kata Bagus.
“Kak, apa maksud kakak dengan semua ini? Kakak tahu perasaanku pada Santi, kemudian kakak tiba-tiba pacaran sama dia, sebenarnya kakak beneran suka gak sih sama dia?” tanya Bagus pada Indra setelah mereka di rumah, sedangkan ibunya belum pulang kerja. Jadi mereka bebas bicara apapun. “Bukan apa-apa, hanya sedikit senang jika kamu sakit hati” kata Indra ketus. “Maksud kakak, Santi hanya alat buat nyakitin aku, gitu?” Jangan permainkan Santi karena aku kak, ku mohon.” “Bilang kalau kakak benar-benar menyukainya!” “Terserah aku, dan bukan urusanmu” jawab Indra singkat. Sebenarnya indra memang benar-benar menyukai Santi, hanya saja dengan membuat Bagus berpikir ia tak menyukai Santi secara tulus, tapi hanya menggunakannya sebagai alat untuk menyakitinya, tentu akan membuat Bagus semakin sakit, dan merasa bersalah pada Santi. Benar, Bagus memang merasa bersalah yang sangat besar pada Santi, ia menganggap dirinyalah penyebab Santi dipermainkan. Rasa bersalah pada santi dan rasa sakit karena orang yang ia sukai telah jadi milik orang lain dan itu adalah kakaknya sendiri, serta sekarang ia tau kakaknya benar-benar menyimpan dendam padanya, semua itu membuat Bagus terus berfikir dan akhirnya membuatnya jatuh sakit. Bagus masuk rumah sakit, ia demam tinggi di sertai tipes.
Ibu Sin yang belum tau apa yang terjadi di antara anak-anaknya mengganggap Bagus cuma sakit biasa. 2 minggu Bagus di rawat, belum juga sembuh. Ibu Sin terkejut ketika dokter menyuruhnya membawakan Bagus psikiater. Ibu Sin baru menyadari ada beban pikiran yang sangat berat sehingga Bagus menjadi sakit. Indra yang tau penyebab Bagus sakit mulai merasakan rasa bersalah. Ia mulai sadar dirinya sudah terlalu jahat pada Bagus. Namun jika ia ingat ayahnya meninggal maka ia akan membenci Bagus lagi.
Hari ini ibu Sin pulang, ia mencari Indra, meski belum tahu masalah sebenarnya, namun Ibu Sin telah memperkirakan Bagus depresi karena Indra membencinya. Indra yang saat itu ada di kamarnya terkejut dengan kedatangan ibunya. “Sudah 2 minggu adikmu di RS, jenguklah dia sekali saja, mungkin ia menunggu kedatanganmu nak.” Indra hanya terdiam mendengar kata-kata ibunya. “Kamu tahu, ia selalu berusaha bersikap baik padamu, kasih sayang darimu itulah yang ia rindukan. Ia tak bersalah dalam kematian ayahmu, ia juga tak bersalah dengan pecahnya keluarga kita. Semua adalah kesalahan ibu, ayah dan ibunya Bagus. Tak ada sangkut pautnya dengan anak-anak, ini adalah kesalahan orang tua. Namun meski begitu kami bertiga tetap rukun. Ibu telah menganggap ibunya Bagus saudara, ia sangat baik pada ibu. Karena itu ibu juga menyayangi Bagus seperti anak sendiri. Jika ayahmu meninggal, itu adalah nasib nak. Bagus tentu juga tak ingin ayah dan ibunya meninggal. Sejak kecil ia jadi yatim piatu, hanya kita yang ia punya. Ibu mohon jangan membencinya lagi, ketika kita saling memaafkan maka beban akan hilang. Renungkan kata-kata ibu nak! Kamu juga sudah dewasa untuk berpikir. Ibu harus kembali ke RS dan mencarikan adikmu psikiater”. Indra tercengang mendengar Bagus harus di rawat psikiater, namun ia masih terdiam sampai ibunya pergi.
Di kamarnya, Indra merenungi kata-kata ibunya, “Bagus juga sedih ditinggalkan ayah dan ibunya, ia yatim piatu, hanya kita yang dimilikinya” kata-kata ibunya terus terngiang di telinganya. Itu yang tak pernah ia pikirkan selama ini, yang ada hanya keegoisan, menganggap diriku paling menderita, Indra mulai menangisi dirinya. Ia melihat foto keluarganya di atas meja belajar, namun tak ada Bagus di situ, hanya ada ia, ayah, dan ibunya. Lalu ia mengucap maaf pada kedua orang tuanya lewat foto itu. Dan bergegas akan pergi ke RS.
Sampai di RS ia benar-benar tak sabar melihat Bagus, sampai-sampai ia berlari-lari mencari ruangannya setelah menanyakan di administrasi. Ia bahkan terus menangis sambil berlari, di depan pintu masuk ia terdiam melihat Bagus yang terbaring lemah di temani ibu. Bagus terlihat sadar namun hanya diam, psikiater yang menanganinya tak pernah mendapat jawaban darinya. Indra semakin teriris hatinya melihat pemandangan itu, air matanya semakin deras mengalir. dengan segenap keberaniannya ia melangkah masuk, mendekati Bagus dan menggenggam tangannya, seakan ingin mentransfer kehangatan kasih sayangnya untuk memulihkan Bagus. Beberapa saat tak ada reaksi, Indra terus menangis dan memeluk Bagus tanpa melepas tangannya. Ibu Sin juga tak kuasa menahan tangis, psikiater yang sudah tau masalahnya dari pemberitahuan ibu Sin juga tak kuasa menahan haru. Seisi ruangan seakan hanya di penuhi suara tangis. Beberapa saat, Indra sadar bahwa Bagus merespon, ia meneteskan air mata meski tetap tak bergerak. Indra berkali-kali mengucap maaf. “Aku minta maaf dan panggillah aku kakak sesuka hatimu” begitu kata-katanya terus meluncur seiring dengan air mata yang terus mengalir. “Dengar kata kakak Gus, bergeraklah! Kamu boleh memeluk kakak, ku mohon” Bagus belum terlihat bergerak, namun suara tangisnya mulai terdengar, sedikit demi sedikit ia mulai bergerak seperti terlepas dari beban beratnya. “Kakak” suara lemahnya mulai terdengar. Ia menyentuh wajah Indra, dan mereka berpelukan di sertai ibu Sin juga. Beberapa saat Indra dan Bagus dibiarkan bicara berdua saja. Setelah itu semuanya telah tampak baik-baik saja, meski masih lemah namun Bagus sudah bisa menampakkan senyumnya.
Keesokan harinya Santi di ajak oleh Indra menjenguk Bagus. Seperti tak ada masalah di antara mereka, mungkin telah terjadi kesepakatan antara kakak beradik itu. Indra yang telah mengatakan sejujurnya ia benar-benar menyukai Santi, tak akan mempermainkannya apa lagi hanya untuk membuat Bagus sakit hati. Bagus menerima itu dengan lapang dada, karena ia sendiri tau jika Santi sekarang milik orang lain maka itu juga salahnya karena ia tak pernah mengutarakan perasaannya. “Bagus merelakan Santi untuk Kak Indra asal kakak menjaganya dengan baik” kata Bagus. Dialog itu terjadi ketika mereka bicara berdua kemarin. Sehingga sekarang di hadapan Santi semua tampak baik-baik saja.
3 hari kemudian Bagus boleh pulang. Dengan suasana rumah yang lebih menyenangkan, kini keluarganya terasa lengkap dengan adanya kak Indra yang juga telah menyayanginya. Harta yang terindah adalah keluarga, keluarga kecil keluarga bahagia. Itulah kata-kata yang selalu terucap dari Bagus.

sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/kakak-sayangi-aku.html

Sabtu, 05 Oktober 2013

membuat kaki mulus

Mau Kulit Kaki Putih dan Mulus ? Gunakan 4 Bahan Alami Berikut Ini. Terletak di bagian paling bawah tubuh dan selalu tertutup sandal serta sepatu, bukan berarti Anda bisa mengabaikan keindahan kaki. Kadang karena gesekan bahan sepatu atau sandal, kaki mengalami iritasi dan mengalami kehitaman.
Belum lagi sisa kotoran yang menempel di tumit dan mata kaki. Jangan biarkan kaki Anda kasar dan kusam. Cerahkan saja kulit kaki dengan empat bahan ini.
1. Lemon
Lemon cukup efektif untuk mengangkat sel kulit mati penyebab kulit kusam dan menghitam di area kaki. Aplikasikan lemon yang telah diiris pada pada bagian mata kaki dan tumit serta kulit kaki lainnya secara merata. Diamkan selama beberapa menit kemudian gosok. Lakukan secara teratur minimal satu minggu satu kali.
2. Cuka
Campur air hangat, gliserin, garam dan beberapa tetes cuka. Aplikasikan pada kulit kaki dan gosokkan perlahan. Perawatan ini akan membantu membuat kaki menjadi lebih cerah dan terasa lebih lembut.
3. Tepung dan kunyit
Hanya dengan mencampurkan dua sendok makan tepung dan bubuk kunyit, Anda bisa mempercantik kaki. Tambahkan beberapa tetes yoghurt dan perasan lemon, aduk hingga merata . Oleskan pada bagian kaki selama 15 menit. Lalu bilas dengan air hangat.
4. Air kelapa
Jika kaki Anda sering tersengat matahari, maka Anda dapat merendamnya dengan air kelapa. Saat direndam berikan juga pijatan. Setelah itu diamkan 10-15 menit lalu bilas. (adi)

Selasa, 24 September 2013

senyum terakhir mika

Mikha sedang tertidur pulas dengan infusan di tangan nya. Mama menangis melihat kondisi mikha yang semakin parah. Mikha mengidap penyakit kanker darah (leukemia). Mikha terbangun oleh tangisan mama.
“Mama, kenapa menangis?”
“Mama khawatir sama Mikha”
“Mikha baik-baik saja kok ma”
Mama mengelus rambut Mikha.
Tak lama kemudian dokter datang untuk memeriksa kondisi Mikha. Mama menjauh dari Mikha, supaya dokter bisa memeriksanya. Mama menunggu di luar ruangan dengan khawatir. Tak lama kemudian, dokter keluar.
“Gimana dok, keadaan anak saya?”
“Keadaan nya semakin parah bu.. saya juga sempat angkat tangan untuk mengatasi penyakit Mikha, kita lihat saja dulu bagaimana kondisi selanjut nya”
“Iya dok, terimakasih”
Mama masuk ke ruangan menemui Mikha.
“Ma, aku kapan sembuh? capek disuntik terus”
“Minta doa sama yang di atas ya Mikha, agar Mikha cepat sembuh. Dan bisa sekolah lagi”
“Mikha takut, kalau Mikha nyusul papa. Mama sama siapa?”
“Ssst, jangan bilang gitu. Mama sayang sama Mikha”
Mama duduk di sofa. Mama memikirkan kata-kata Mikha tadi. Suaminya sudah meninggal, karena kecelakaan di pesawat. Mikha adalah anak satu-satu nya, mama sempat gugur waktu mengandung anak kedua setelah Mikha. Jika Mikha menyusul papa nya. Mama berfikir, tidak punya apa-apa lagi. Ia akan bersama siapa…
“Ma..”
“Iya sayang?” mama menghampiri Mikha.
“Mikha mau jalan-jalan ke luar”
“Ga boleh sayang. Kamu harus banyak istirahat”
“Ayolah ma, Mikha bosan di sini”
“Baiklah”
Mama membawa Mikha dan infusan nya ke luar. Di luar Mikha dan mama nya melihat-lihat taman di sekeliling nya.
“Ma, Mikha mau deh kayak anak itu. Bisa main bareng-bareng lebih lama sama orang tuanya”
“Mama juga mau seperti itu”
Tiba-tiba Mikha pingsan di pelukan Mamanya. Mama kaget dan minta tolong kepada suster di situ. Mikha cepat-cepat dimasukan ke dalam ruangan. Mama menunggu di luar, sambil menangis. Dokter pun keluar.
“Bu.. maaf.. Mikha tidak bisa ditolong. Hidupnya akan tak lama lagi. Ia sudah sadar. Silahkan ibu temui dia dulu”
Mama masuk ke dalam ruangan.
“Mikha kenapa?
“Mikha ga kuat maa”

“Mikha harus kuat!”
“Ma, suatu saat nanti Mikha, mama dan papa akan bertemu lagi kok di surga..”
“……”
“Makasih ya ma, udah jagain Mikha dengan sepenuh hati mama. Mikha sayanggg banget sama mama. Mikha sebenarnya ngga mau kehilangan mama, tapi ini takdir Tuhan. Jangan sedih ya, ma. Mikha akan meminta kepada Tuhan untuk menjaga mama” kata Mikha sambil tersenyum.
Tak lama kemudian, Mikha sesak nafas dan me… ning… gal… Mama tak kuasa melihat Mikha yang meninggal. Mama pun menangis terisak-isak.
Esok nya, Mikha dimakamkan di sebelah makam papa nya. Mama beserta keluarga Mikha, berdoa agar Mikha tenang di sisi-Nya.

sumber: http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/senyuman-terakhir-mikha.html

trik rambut sehat mengkilau

Memiliki rambut indah, sehat dan berkilau pastinya dambaan setiap orang khususnya wanita. Namun jika kita melihat bintang televisi yang memiliki rambut berkilau pastinya kita berfikir bahwa membutuhkan perawatan yang ekstra dan mahal.

Namun, ada cara yang mudah dan murah untuk mendapatkan rambut idaman. Berikut tips untuk membantu anda agar mendapatkan rambut yang berkilau.

1. Gunakan conditioner secara teratur saat keramas. Pilihlah conditioner yang sesuai dengan jenis rambut agar tidak terjadi kerusakan pada rambut.

Jika anda ragu untuk memilih conditioner, anda dapat meminta saran kepada pakar rambut dan hairstylish.

2.  Gunakan cuka dan air yang dimasukan kedalam botol hairspray agar mudah mengaplikasikannya. Fungsi cuka dan air ini dapat memberikan kemilau sehat pada rambut. Setelah di semprotkan, bilas rambut hingga bersih.

3. Secara teratur, potong rambut anda untuk menghindari rambut bercabang. Pilihlah produk atau kosmetik rambut yang sesuai dengan kebutuhan rambut dan jenis rambut.

4. Jangan terlalu sering keramas menggunakan air hangat. Karena air hangat dapat merusak kulit kepala untuk memproduksi minyak secara berlebihan. Sebaliknya air dingin dapat mengontrol rambut yang berminyak.

5. Dalam keadaan basah adalah saat dimana rambut sangat rapuh. Jadi uraikan rambut yang kusut dengan jari atau dengan sisir yang bergigi jarang sehabis keramas.

6. Hindari menggunakan hairdryer atau styling tool terlalu panas.

7. Ketika menggunakan hairdryer jangan lupa gunakan pipa atau moncong hairdryer agar aliran udara hanya tertuju pada satu titik saja.

8. Jika ingin mewarnai rambut, pilihlah pewarna rambut yang mengandung formula yang dapat melindungi rambut.

9. Tak lupa asupan makan juga mempengaruhi kesehatan rambut. Jadi baiknya mengkonsumsi makan bergizi

sumber: http://www.makarizo.co.id/web/tips-rambut/541/trik-rambut-sehat-indah-berkilau-

tips memutihkan kuku secara alami

Setiap wanita suka memamerkan kuku yang panjang dan berbentuk bagus. Tentu Anda ingin membuat kuku terlihat putih alami. Jika Anda ingin memamerkan kuku putih Anda, berikut adalah beberapa tips kecantikan untuk mendapatkan kuku putih yang alami, seperti yang dikutip dari boldsky.com.

1. Lemon adalah bahan manikur alami. Gosokkan kuku dengan jeruk nipis atau mencucinya dengan air jeruk lemon. Hal ini membuat kuku putih dan mengkilap.

2. Tambahkan perasan lemon dalam semangkuk air sabun dan rendam kuku di dalamnya selama 4-7 menit. Bilas dengan air bersih dan usapkan body lotion.

3. Lemon itu membuat kulit menjadi kering, maka selalu berikan body lotion atau pelembab untuk menjaga kelembaban kuku. Hal ini juga membantu mendapatkan kuku mengkilap.

4. Gunakan baking powder dalam air hangat untuk mendapatkan kuku mengkilap dan putih alami. Lakukan ini seminggu sekali bukannya melakukan secara teratur.

5. Cuka putih merupakan bahan alami untuk memutihkan kuku secara alami. Untuk merawat kuku, rendam kuku dalam air sabun yang hangat. Tambahkan beberapa tetes cuka putih dan rendam selama 8-10 menit.

6. Anda juga dapat menggunakan pasta gigi pemutih untuk mendapatkan kuku putih yang alami. Oleskan pasta gigi pada kuku dan diamkan selama 4-8 menit. Kemudian bilaslah kuku dengan air hangat.

7. Gosokkan lemon dan garam di ujung kuku untuk memutihkan mereka. Hal ini membuat kuku mengkilap dan putih.

Cobalah tips kecantikan ini untuk mendapatkan kuku putih yang alami. Jagalah kuku Anda agar tetap bersih dan putih. Selamat mencoba!

sumber : http://www.merdeka.com/gaya/tips-memutihkan-kuku-secara-alami.html

Kamis, 19 September 2013

cara memutihkan kulit wajah dan badan

Memiliki kulit yang putih memang menjadi dambaan bagi pria ataupun wanita. Mayoritas penduduk kita memang memiliki kulit sawo matang, ada beberapa keturunan dari suku tertentu juga yang memiliki kulit hitam. Banyak cara sebenarnya untuk memutihkan kulit, terutama kulit wajah. Mulai dari bahan alami, alat kosmetik, obat-obat herbal, sampai dengan operasi demi mendapatkan kulit yang di inginkan. Mulai dari harga yang murah sampai dengan harga yang selangit.


cara memutihkan kulit wajah badan


Anda yang berkulit gelap, sebenarnya juga bisa mendapatkan kulit wajah yang lebih cerah, bersih, dan sehat, meskipun tak lantas menjadi putih. Sedangkan untuk Anda yang sudah berkulit putih atau kuning langsat namun tak sempat merawat wajah karena kesibukan, ada cara yang mudah untuk mencerahkan kulit wajah Anda secara alami. Berikut beberapa di antaranya.


10 Cara Alami Memutihkan Kulit Badan dan Wajah

1. Lada Manis (Paprika)
Paprika adalah salah satu bahan alami yang bagus untuk facial wajah Anda, dengan membuat masker dari olahan paprika Anda bisa memutihkan wajah Anda, dimana masker paprika ini bisa meningkatkan sirkulasi aliran darah di dalam wajah. Anda bisa menghancurkan (mem-blender) paprika merah atau hijau untuk menghasilkan pasta atau krim sebagai masker wajah. Oleskan pada wajah Anda dan kemudian biarkan selama lima belas menit, kemudian bersihkan wajah Anda dengan air dingin. Dengan krim alami ini sel-sel kulit wajah Anda dapat lebih sehat dan pastinya wajah putih alami bisa Anda dapatkan.

2. Yogurt
Yogurt ternyata bisa memberikan kelambapan untuk kulit wajah Anda. Dengan mencampur sedikit madu dan kemudian oleskan pada kulit wajah Anda, biarkan selama 10 menit kemudian bisa dibersihkan dengan air. Masker berbahan yogurt ini bisa menghaluskan kulit wajah Anda, pastinya kulit wajah putih nan halus adalah dambaan semua orang.

3. Chamomile
Chamomile memang biasa dijadikan teh. Namun bunga ini bisa berfungsi sebagai bahan alami untuk mencerahkan kulit wajah. Chamomile juga memiliki banyak kandungan untuk mengatasi mata yang bengkak. Anda hanya perlu mencelupkan kantong teh ke dalam air panas, dan biarkan sampai dingin. Kemudian, tempelkan kantong teh pada mata. Lakukan hal ini selama dua minggu untuk melihat hasilnya.

5. Susu
Anda pasti sudah mendengar tentang manfaat mandi susu. Tetapi bila mandi susu dirasa terlalu repot, cukup gunakan susu untuk membasuh muka. Susu memiliki banyak bahan yang dapat mengurangi bintik-bintik hitam pada wajah, dan meningkatkan warna kulit dengan cara yang sempurna. Tuang beberapa tetes susu pada kain pencuci muka, lalu gunakan kain tersebut untuk menggosok wajah dengan lembut. Susu akan menghilangkan sel-sel kulit mati yang menutup wajah, dan memberikan warna yang baru.

6. Minyak alpukat 
Banyak perempuan yang malas membersihkan wajah sebelum tidur, karena merasa sudah begitu lelah. Nah, minyak alpukat dapat membantu Anda yang tak sempat mencuci muka sebelum tidur. Minyak alpukat ini secara efektif membantu menghilangkan sisa-sisa riasan wajah. Setelah menghapus sisa make-up, gunakan tisu untuk menyerap kelebihan minyak yang tertinggal di wajah.

7. Jeruk nipis dan putih telur 
Putih telur sering disebut mampu mengencangkan kulit wajah. Untuk memperbaiki warna kulit, campurkan perasan jeruk nipis dengan putih telur. Gunakan bahan ini sebagai masker wajah. Oleskan masker jeruk dan putih telur ini ke wajah, lalu biarkan mengering sendiri. Setelah 5 10 menit, basuh muka Anda dengan air dingin. Hasilnya bisa Anda lihat setelah rutin melakukan hal ini paling tidak seminggu.

8. Almond
Almond dapat membantu mengurangi kegelapan warna kulit, sehingga kulit akan terlihat lebih terang. Cara praktis dan alami untuk menggunakan almon untuk memutihkan kulit adalah dengan mencampurkan almon dengan susu dan sedikit kunyit. Caranya, pada pagi hari, rendam 4-5 biji almond dan satu ruas kunyit dalam susu cair. Pada malam harinya, keluarkan kunyit, lalu haluskan almon dalam susu tersebut hingga terbentuk pasta. Oleskan campuran ini pada wajah dan leher dan biarkan semalaman. Setelah itu, pada pagi harinya bilas dengan air dingin dan bersihkan. Untuk hasil yang optimal, lakukan cara ini 2 minggu sekali.

8. Tomat 
Tomat kaya akan vitamin C yang bermanfaat untuk memutihkan kulit. Banyak kosmetik pencerah kulit yang memakai ekstrak tomat sebagai bahan aktifnya. Nah, jika Anda ingin memakai tomat segar sebagai pemutih kulit, ambil tomat berukuran besar lalu parut. Tambahkan 2-3 tetes air perasan lemon dan beberapa tetes air mawar, aduk hingga rata. Oleskan pada wajah dan leher dengan kuas, diamkan selama 15 menit,lalu bilas. Lakukan cara ini setidaknya seminggu sekali.

9. Pepaya
Pepaya yang berwarna hijau atau oranye dapat berkhasiat mencerahkan kulit. Pepaya hijau mengandung enzim papain yang ideal untuk memutihkan kulit. Caranya, ambil satu sendok makan pepaya hijau (pepaya yang masih mangkal) yang telah dihaluskan, dan satu sendok makan pepaya masak, campurkan. Oleskan pada wajah dan biarkan selama 15 menit, lalu bilas. Lakukan cara ini setiap hari untuk hasil yang optimal.

10. Kentang
Kentang ternyata dapat bermanfaat untuk memutihkan kulit, lho. Jus kentang dapat digunakan sebagai pemutih alami bagi kulit kita. Caranya, parut satu buah kentang dan tambahkan satu sendok teh madu, campur lalu oleskan pada kulit wajah dan leher. Diamkan selama 20 menit, lalu bilas dengan air. Ramuan ini cocok untuk semua jenis kulit.

sumber; http://terbaru-terbaik.blogspot.com/2012/11/cara-memutihkan-kulit-wajah-dan-badan.html